Malam ini
rasanya hampa sekali. Ku berbaring diperaduan dan ingin sekali kupejamkan mata
ini. Namun mata ini tetap tak mau terpejam. Mataku menerawang jauh kedalam
sunyinya malam. Handphone yang selama ini selalu aktif berbunyi kini ikut
terdiam bersamaku. Ya..pacarku kini telah pergi dari kehidupanku. Kini hidupku
terasa sepi tanpa kehadirannya.
Aku bangkit
dari lamunanku. Aku berdiri dan beranjak menuju kesebuah meja yang berada tidak
jauh dari tempat peraduanku. Aku duduk, aku nyalakan lampu belajar untuk
menerangi kegelapanku malam itu, aku ambil sebuah buku dan sebuah pena. Kutulis
semua beban pikiranku pada selembar kertas putih yang telah menunggu untuk
ditulis.
Malam ini
aku tidak bisa tidur. Entah kenapa aku masih belum terima dia pergi dari
kehidupan aku. Kini hari-hariku terasa sunyi. Aku kangen. Aku ingin kembali
seperti dulu. Kembali melukis cinta kasih dengannya. Dengan seseorang yang
kusayangi.
Ting nong..
Bel rumahku
berbunyi. Aku bergegas keluar dan membukakan pintu. Ada seorang wanita
berjilbab yang sangat cantik dan anggun. Ia menggunakan gamis dan menggunakan
kerudug panjang yang menutupi badannya. Inerbeauty ia dipancarkannya
membuatku tercengang melihatnya.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam.
Maaf anda cari siapa?”
“Perkenalkan
saya Aisyah.”
“Martha.” Kami
bersalaman dan cipika cipiki seolah kami sudah sangat dekat.
“Saya datang
kesini ingin memberikan ini sebagai tanda syukuran karena kami baru saja pindah
kesini.”
“Oh
terimakasih.” Aku mengambil kotak makanan yang ia antarkan. “Mba pindah kerumah
yang disebelah rumah Haji Romlah ya?”
“Iya benar
sekali.”
“Kalau begitu
ayo masuk mba.”
“Tidak usah,
terimakasih. Saya mau mengantarkan makanan lagi untuk yang lain. Saya permisi
dulu. Assalami’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Aku sangat
takjub melihat kecantikan yang ia pancarkan walaupun ia mengenakan jilbab.
Sudah seminggu
setelah kejadian malam itu aku sering sekali memperhatikannya. Aku baru tau
kalau ia adalah seorang muallaf. Ia masuk Islam sejak tiga tahun yang lalu. Ia
sangat baik hati dan suka memberi makan pengemis ataupun anak jalanan. Ia juga
menjadi seorang guru ngaji.
“Assalamu’alaikum
mba Aisyah.” Sapaku sambil mendekatinya yang tengah duduk membaca Al-Qur’an
diberanda rumahnya.
“Wa’alaikum
salam. Maaf mba, saya ganggu ya?”
“Oh..tidak.
ayo silahkan duduk disini.” Meski ia tengah membaca Al-Qur’an namun ia tidak
merasa terganggu dan justru memancarkan senyuman yang manis.
“Mba
selesaikan saja dulu ngajinya.”
“Sudah kok.
Ada yang bisa mba bantu?”
“Sebenarnya…”
Ucapanku terputus.
“Ada apa?”
“Mba kok bisa
tampil cantik dengan menggunakan jilbab? Pasti banyak cowok yang suka sama mba
ya?” Aisyah tersenyum sambil memandangku.
“Mba hanya
mengerjakan apa yang dijelaskan dalam agama Islam. Kalau buat masalah laki-laki
yang suka sama mba, mba nggak pernah memperdulikannya.”
“Kenapa mba
kan cantik.”
“Tapi mba
nggak mau pacaran. Mba mau nunggu ada pria yang tulus sayang sama mba dan
langsung menikahi mba.”
Aku terdiam
mendengar suara lembutnya mengeluarkan kalimat yang tak pernah aku pikirkan
sebelumnya. Betapa aku merasa malu kepada diriku sendiri. Aku yang sejak kecil
beragama Islam tetapi aku tidak pernah mendalami agamaku sendiri, sedangkan mba
Aisyah yang seorang muallaf sudah jauh mendalami Islam dibandingkan denganku.
“Mba. Aku juga
ingin mengenakan jilbab. Apakah aku bisa memancarkan kecantikan dari dalam
seperti mba?”
“Isyaallah
bisa asalkan kamu mengenakan jilbab semata-mata karena Allah SWT. Kecantikan
dari dalam itu akan terpancar dengan sendirinya jika hati kamu bersih dan kamu
sering beribadah.”
Kata-katanya
yang sangat menyentuh membuatku merasa nyaman. Keesokan harinya aku mulai
mengenakan jilbab kemanapun aku pergi. Memamng aneh sepertinya. Tapi menutup
urat lebih baik. Aku tidak mau kalah dengan mba Aisyah. Aku juga tidak mau
berpacaran. Jika ada laki-laki yang menyukaiku aku ingin ia langsung
menikahiku. Aku akan berusaha menjadi
seorang hamba Allah yang senantiasa bertakwa.