Sabtu, 27 Juli 2013

Setia Tiada Arti



Saat itu rasanya sangat sulit untuk dipercaya. Bagaimana aku bisa percaya? Seseorang yang saat itu menjadi pacarku—Raka—adalah orang yang disayangi oleh temanku. Apakah hal yang aku lakukan ini disebut “teman makan teman”?
Seribu pertanyaan dan penyesalan telah membelengguku kedalam sebuah kebimbangan. Dan karena kebimbangan ini pula hubunganku dengan Raka berakhir dalam waktu dua bulan. Hal itu justru membuatku sangat lega. Sejujurnya tidak ada perasaan yang mendalam yang aku rasakan.
Delapan bulan aku melewati hari-hariku tanpa Raka. Namun, hal yang tak pernah terfikirkan datang dan kembali menyelimutiku. Bukan sebuah kebimbangan yang kini membelengguku, melaikan kerinduan. Kerinduan terhadapnya yang dulu sangat aku takutkan, bahkan aku tidak mengharapkan hal itu terjadi. Tapi kini hatiku berkata lain.
Mungkin perasaanku mulai berubah. Tapi apakah itu berarti kalau aku jatuh cinta padanya? Mungkin iya. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku dan dia tetap saja memiliki perbedaan. Perbedaan yang mungkin saja sulit untuk disatukan. Aku dan Raka berbeda agama.
4 Februari 2011 menjadi tanggal yang sangat bersejarah untuk kami. Aku kembali menjalin hubunganku dengannya yang sudah lama terputus. Hari demi hari ku lalui bersamanya. Tak ada sedikitpun niat untuk menyakiti atau bahkan meninggalkannya. Aku ingin selalu berada disampingnya dan menemaninya.
Perbedaan agama selalu menjadi masalah utama dalam hubunganku. Sering kali aku risau memikirkan hal itu. Apakah pada akhirnya dia serius denganku dan mau pindah ke agamaku? Orang yang beraga khatolik biasanya terkenal dengan imannya yang kuat dengan agamanya mereka. Namun, suatu hari aku mendengarkan sebuah kalimat yang terucap dari bibirnya “Aku pacaran sama kamu itu serius bukan buat main-main. Aku juga udah mikirin masalah itu. Kalau seandainya memang jodoh dan orangtuamu nanya aku serius apa engga, jawabanku aku serius dan aku yang bakalan ikut kamu. Soalnya, setau aku kalau cewek sama cowok beda agama nikah, biasanya cowok yang ngikut ceweknya.” Terpancar ketulusan yang mendalam dari sorotan matanya saat itu.
Setelah satu tahun lebih aku bersamanya. Hubungan kami semakin dekat. Perasaan yang ku rasakan pun semakin dalam. Waktu satu tahun membuatku sangat mengenal berbagai tingkah laku, sifat dan pola pikirnya. Namun, cobaan untuk kami berdua sudah menunggu didepan mata dan tidak akan lama lagi akan menghampiri kami.
Setelah UN selesai. Aku dan dirinya harus menjalani Long Dinstance Relationship (LDR). Raka harus training di Solo selama 6 bulan. Inilah cobaan pertama yang harus kami hadapi. Dalam satu tahun kami sudah memahami karakter satu sama lain. Saat ini hanya kesetiaan dan kepercayaan yang bisa diberikan. Aku yakin kalau ia akan menjaga kepercayaanku dan sebaliknya.
Enam bulan sudah berlalu dan akhirnya Raka kembali ke Cikarang. Dengan kembilanya ia ke Cikarang tidak membuat hubungan LDR kami berakhir. Aku harus berkuliah ke Bandung dan disinilah kesetiaan, kepercayaan dan kesabaranku sangat teruji. Awalnya memang tidak ada masalah serius yang kami hadapi. Tetapi, seiring berjalannya waktu cobaan demi cobaan datang bertubi-tubi.
Anniversary ke-2 adalah hari yang sangat ku nantikan. Namun, siapa yang menyangka bahwa anniversary kami adalah awal dari datangnya berbagai cobaan? Sikapnya kini mulai berubah. Bukan berubah karena ia menyukai perempuan lain. Aku tau pasti apa yang ia rasakan saat ini. Ada masalah yang tak ingin ia ceritakan padaku, atau mungkin ia bingung harus mulai darimana,
Dua minggu setelahnya aku dan Raka kembali mengakhiri hubungan kami. Terbesit sebuah kekecewaan didalam hati. Kenapa ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah sekian lama kita pertahankan? Aku tidak bisa mampercayainya, namun ia memiliki alasan tersendiri. “Ibu kandungku meninggal seminggu yang lalu. Almarhum ibu berpesan kalau aku harus tetep teguh sama agamaku. Seandainya nggak ada amanat dari alm.ibu, aku mau hubungan kita terus lanjut.” Sebuah alasan yang membuatku semakin bimbang. Aku sedih ia kehilangan ibu kandungnya. Aku juga sedih harus kehilangan dia. Tidak mungkin memaksanya untuk mengabaikan amanat alm.ibunya.
Rasa cintaku yang begitu besar tidak membuatku berhenti sampai disini. Aku terus berusaha mempertahankan hubungan ini. Namun, yang aku dapatkan adalah kebenaran yang mulai terungkap satu persatu. Kebenaran yang sangat tidak aku harapkan terjadi. Jika bisa kuulang kembali, aku tak ingin mengetahui alasan tersebut. Kenapa hal ini harus terjadi padanya? Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? Apa mungkin aku dan Raka tidak ditakdirkan untuk bersama?
Aku sangat terpukul dan tak bisa berkata apa-apa lagi untuk diungkapkan. Yang aku inginkan saat itu adalah kembali ke Cikarang dan berada disampingnya. Saat ini ia sedang mengalami masa-masa yang sulit. Ia berkata bahwa sebulan yang lalu ia divonis mandul. Aku yakin ia sangat terpukul mendengarnya. Tapi, entah bagaimana, hal itu tidak membuat cintaku pupus. Hati kecilku berkata kalau aku siap menerimanya apapun resikonya.
Namun, mau dipertahankan bagaimana pun aku sudah tak bisa bersamanya. Orangtuanya tidak mengizinkan kami untuk bersama. Raka dan keluarganya sudah memutuskan kalau ia akan menjadi pastur. Aku sangat tau, itu bukanlah hal yang ia inginkan. Meskipun begitu, ia tetap berusaha tegar. Ia tak ingin membuat keluargaku kecewa jika aku tidak punya keturunan.
Pada akhirnya, siapa yang akan menyangka aku balikan lagi dengannya? Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Dikesempatan terakhirku bertemu dengannya, ia mengajukan permintaan kepadaku. “Aku gak tau kita masih bisa lanjut atau engga. Soalnya aku belum bilang lagi kekeluargaku. Seandainya, keluargaku gak ngijinin dan kita udah gak bisa bersama lagi. Aku mohon jangan benci keluargaku. Aku sayang banget sama kamu dan aku minta maaf kalau aku cuma bisa nyakitin kamu.” Permintaannya yang tak akan pernah aku lupakan. Seminggu setelahnya hubungan kami benar-benar berakhir. Aku dan dia kini akan menjalani kehidupan masing-masing, tanpa saling memiliki dan melengkapi satu sama lain. Kesetiaan kami selama ini kini tiada artinya lagi.

Senin, 01 April 2013

Belajar dari Seorang Muallaf




Malam ini rasanya hampa sekali. Ku berbaring diperaduan dan ingin sekali kupejamkan mata ini. Namun mata ini tetap tak mau terpejam. Mataku menerawang jauh kedalam sunyinya malam. Handphone yang selama ini selalu aktif berbunyi kini ikut terdiam bersamaku. Ya..pacarku kini telah pergi dari kehidupanku. Kini hidupku terasa sepi tanpa kehadirannya.
Aku bangkit dari lamunanku. Aku berdiri dan beranjak menuju kesebuah meja yang berada tidak jauh dari tempat peraduanku. Aku duduk, aku nyalakan lampu belajar untuk menerangi kegelapanku malam itu, aku ambil sebuah buku dan sebuah pena. Kutulis semua beban pikiranku pada selembar kertas putih yang telah menunggu untuk ditulis.
Malam ini aku tidak bisa tidur. Entah kenapa aku masih belum terima dia pergi dari kehidupan aku. Kini hari-hariku terasa sunyi. Aku kangen. Aku ingin kembali seperti dulu. Kembali melukis cinta kasih dengannya. Dengan seseorang yang kusayangi.
Ting nong..
Bel rumahku berbunyi. Aku bergegas keluar dan membukakan pintu. Ada seorang wanita berjilbab yang sangat cantik dan anggun. Ia menggunakan gamis dan menggunakan kerudug panjang yang menutupi badannya. Inerbeauty ia dipancarkannya membuatku tercengang melihatnya.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam. Maaf anda cari siapa?”
“Perkenalkan saya Aisyah.”
“Martha.” Kami bersalaman dan cipika cipiki seolah kami sudah sangat dekat.
“Saya datang kesini ingin memberikan ini sebagai tanda syukuran karena kami baru saja pindah kesini.”
“Oh terimakasih.” Aku mengambil kotak makanan yang ia antarkan. “Mba pindah kerumah yang disebelah rumah Haji Romlah ya?”
“Iya benar sekali.”
“Kalau begitu ayo masuk mba.”
“Tidak usah, terimakasih. Saya mau mengantarkan makanan lagi untuk yang lain. Saya permisi dulu. Assalami’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Aku sangat takjub melihat kecantikan yang ia pancarkan walaupun ia mengenakan jilbab.
Sudah seminggu setelah kejadian malam itu aku sering sekali memperhatikannya. Aku baru tau kalau ia adalah seorang muallaf. Ia masuk Islam sejak tiga tahun yang lalu. Ia sangat baik hati dan suka memberi makan pengemis ataupun anak jalanan. Ia juga menjadi seorang guru ngaji.
“Assalamu’alaikum mba Aisyah.” Sapaku sambil mendekatinya yang tengah duduk membaca Al-Qur’an diberanda rumahnya.
“Wa’alaikum salam. Maaf mba, saya ganggu ya?”
“Oh..tidak. ayo silahkan duduk disini.” Meski ia tengah membaca Al-Qur’an namun ia tidak merasa terganggu dan justru memancarkan senyuman yang manis.
“Mba selesaikan saja dulu ngajinya.”
“Sudah kok. Ada yang bisa mba bantu?”
“Sebenarnya…” Ucapanku terputus.
“Ada apa?”
“Mba kok bisa tampil cantik dengan menggunakan jilbab? Pasti banyak cowok yang suka sama mba ya?” Aisyah tersenyum sambil memandangku.
“Mba hanya mengerjakan apa yang dijelaskan dalam agama Islam. Kalau buat masalah laki-laki yang suka sama mba, mba nggak pernah memperdulikannya.”
“Kenapa mba kan cantik.”
“Tapi mba nggak mau pacaran. Mba mau nunggu ada pria yang tulus sayang sama mba dan langsung menikahi mba.”
Aku terdiam mendengar suara lembutnya mengeluarkan kalimat yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Betapa aku merasa malu kepada diriku sendiri. Aku yang sejak kecil beragama Islam tetapi aku tidak pernah mendalami agamaku sendiri, sedangkan mba Aisyah yang seorang muallaf sudah jauh mendalami Islam dibandingkan denganku.
“Mba. Aku juga ingin mengenakan jilbab. Apakah aku bisa memancarkan kecantikan dari dalam seperti mba?”
“Isyaallah bisa asalkan kamu mengenakan jilbab semata-mata karena Allah SWT. Kecantikan dari dalam itu akan terpancar dengan sendirinya jika hati kamu bersih dan kamu sering beribadah.”
Kata-katanya yang sangat menyentuh membuatku merasa nyaman. Keesokan harinya aku mulai mengenakan jilbab kemanapun aku pergi. Memamng aneh sepertinya. Tapi menutup urat lebih baik. Aku tidak mau kalah dengan mba Aisyah. Aku juga tidak mau berpacaran. Jika ada laki-laki yang menyukaiku aku ingin ia langsung menikahiku.  Aku akan berusaha menjadi seorang hamba Allah yang senantiasa bertakwa.

Sabtu, 30 Maret 2013

Ibu, Ayah, Maafkan Aku




Untuk kesekian kalinya Andre membuat ibunya menangis tersedak olehnya perbuatannya. Begitu lirih terdengar tangisan sang ibu. Kata-kata pedihnya membuat ibunya tak dapat menahan butiran air mata yang kini membanjiri pipinya.
“Ibu urus saja urusan ibu sendiri, tidak usah mencampuri urusanku, aku sudah bukan anak kecil lagi yang harus diatur-atur” kata Andre kepada ibunya dengan nada tinggi.
“Walaupun kamu bilang kamu sudah bukan anak kecil lagi, tapi ibu ini ibumu nak, kamu masih merupakan tanggung jawab ibu” sambil menahan air matanya.
“Aahh..terserah ibu saja mau bilang apa, aku mau keluar” sambil bergegas pergi.
“mau kemana nak?”
Andre tetap berjalan tanpa menghiraukan ucapan ibunya, dengan menggunakan motor besarnya yang berwarna biru terlihat begitu elegan dengan bentuknya yang sporty dan spionnya yang klasik membuat motor itu sangat gagah dan terkesan mewah.
Andre adalah anak tunggal dan sejak kecil Andre sudah dimanjakan oleh kemewahan yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki ratusan perumahan di lima proyek dan beliau juga seorang direktur perusahaan besar.
Andre tidak pernah memikirkan perasaan ibunya. Ia tidak memikirkan ibunya yang kini sedang menangis diruang santai keluarga, duduk disebuah sofa kecil dengan ditemani cahaya lampu yang remang-remang disebelah kirinya dan beberapa lilin yang berada tepat pada pandangan lurus sang ibu ikut menghiasi ruangan tersebut. Ruangan itu seperti menggambarkan perasaan sang ibu yang sedang redup, tak tahu harus berbuat apa lagi untuk mendidik anaknya itu, sementara sang ayah sedang sibuk bekerja.

Diluar sana Andre menemui teman-temannya. Ia berfoya-foya dengan uang hasil keringat Ayahnya. Tanpa tau betapa susahnya mencari uang, Andre menggunakan uang tersebut untuk berjudi dan sering sekali pergi kediskotik.
Ayahnya tak pernah tau apa saja yang dilakukan Andre diluar sana. Kini Andre adalah mahasiswa semester 1 di perguruan tinggi swasta yang bagus. Banyak sekali biaya yang dikeluarkan agar Andre mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Namun kenyataannya tak sesuai yang diharapkan. Andre malah menyia-nyiakan kesempatan itu. Perkuliahan hanya ia anggap sebagai permainan yang akan segera berakhir. Padahal pada kenyataannya perjalanan ia masih panjang.

Sudah waktunya untuk makan malam, sang ayah yang pulang dan lelah mendapatkan sambutan hangat dari istrinya. Dan bergegas menuju ke meja makan yang sudah tersedia ayam bakar dan ikan gurame bakar lengkap dengan lalapan, sambal dan buah-buahan. Sendok, garpu dan piring tertata rapih di meja makan layaknya kualitas hotel bintang lima. Dengan nasi yang diletakkan di tengah meja dengan tatanan yang indah.
“Mah mana Andre?” Tanya sang ayah.
“Dia sedang tidur dikamarnya pah” tuturnya.
“Kenapa tidak dipanggilkan untuk makan malam bersama? Papah mau memanggilnya kekamar untuk makan bersama”.
“Tidak usah pah, biarkan Andre istirahat kasihan dia baru pulang”.
“Abis darimana dia?”
“Tadi dia mengerjakan tugas dirumah temannya”.
“Oh..yasudah”
Sang ibu terpaksa berbohong, karena ia tau betul sifat suaminya. Suaminya memiliki sifat yang keras, walau ia sering tersakiti oleh kata-kata anaknya namun naluri seorang ibu tidak pernah hilang, ia tetap melindungi dan menyayangi Andre.

Andre merasa dirinya adalah joki terhebat. Ia selalu menantang para pembalap yang ada.
“Woy..disini mana joki terhebat dari loe loe pada?” tantang Andre dengan percaya diri.
“Nama gue Aldi gue joki terhebat disini, kenapa?” seolah menantang balik si Andre.
“haha..kalo loe ngaku joki terhebat disini, ayo kita balapan, kita tunjukin siapa diantara kita yang paling hebat”
“hah..siapa takut?kita buktiin sekarang, kalo loe kalah, motor loe jadi taruhannya”.
“Oke, tapi sebaliknya, kalo loe yang kalah, motor loe buat gue dan loe harus berhenti jadi joki!! setuju?”.
“Setuju!!” sambil berjabat tangan.
Kemudian merekapun balapan dengan 3 kali putaran. Tikungan demi tikungan ditaklukan. Dinginnya udara malam tak mampu menembus jaketnya yang tebal. Dan sampailah pada putaran final. Andre masih memimpin didepan. Pertarungan mereka sangat sengit. Akhirnya Andre yang memenangkan pertandingan balap motor ini. Dengan sangat terpaksa Aldi harus menyerahkan motornya dan berhenti menjadi joki, seperti perjanjian yang telah disepakati.
Kemudian Andre pulang kerumah, Ibunya yang sudah mengetahui kebiasaannya menunggu ia pulang. Lalu terdengar suara motornya memasuki gerbang. Dengan suara bisingnya yang dapat mengganggu peristirahatan makhluk lainnya. Setelah ia masuk kedalam rumah. Didepannya sudah ada ibunya yang menunggu kepulangan Andre.
“Darimana saja kamu Andre?kenapa baru pulang?” Tanya ibunya karena khawatir.
“Terserah aku mau darimana aja, aku cape mau tidur”. Jawabnya dengan nada yang cuek.
Ibunya hanya bisa sabar menghadapi kelakuan Andre yang semakin menjadi. Lalu belian menarik nafas dalam-dalam dan kembali tidur. Ia selalu bedoa kepada sang pencipta agar anaknya dibukakan pintu hatinya.
SEMINGGU KEMUDIAN.

Andre pulang dari diskotik jam 10 malam. Ia keluar dengan keadaan mabuk. Saat menuju keparkiran Andre terjatuh. Acha yang kebetulan lewat lalu menolong Andre.
“Ngapain loe disini?” Tanya Andre yang sedang mabuk dan tercium bau alkohol yang sangat menyengat.
Acha hanya tersenyum, karena Andre sedang mabuk berat. Kemudian ia menopang badan Andre, mereka berjalan kesebuah toko dengan sempoyongan. Lalu mereka duduk didepan sebuah toko.
Acha adalah seorang gadis yang selama ini menyukai Andre. Acha berasal dari keluarga yang sederhana. Jauh berbeda dari kehidupan Andre. Ia menggunakan jelana jeans yang ngetat, kaos, jaket dan sepatu cats. Berbeda 180o dengan semua cewek yang pernah dekat dengan Andre. Mereka semua adalah orang kaya, yang menggunakan mini dress, highheels atau wedges, dan menggunakan gelang, anting dan make up. Walau sering ia merasa minder, tetapi ia tak pernah putus asa. Siapa yang tau tipe cewek idaman Andre? Yang kita pikir tak mungkinn bisa saja menjadi mungkin. Walau Andre tak pernah menganggap ia ada, namun ia selalu berusaha. Ia bertekat untuk merubah sifat Andre yang tidak pernah bisa menghargai orang lain.
“Andre..kenapa kamu mabuk? Kamu masih belum bisa menghargai orang lain. Hidupmu itu sangat beruntung. Kamu memiliki berbagai fasilitas dari orangtuamu. Tapi kamu menyia-nyiakan kerja keras mereka. Banyak diluar sana yang tidak seberuntung kamu. Andai aku bisa menjadi teman dekatmu. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Aku ingin merubah hidupmu agar lebih berarti. Tapi aku rasa tak mungkin.” Acha mengungkapkan isi hatinya dengan nada yang pelan.
Andre yang masih mabuk tidak menghiraukan yang Acha ucapkan. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Tidak ada yang tau. Mungkin kini ia sedang berkhayal menjadi seorang pangeran. Atau menjadi presiden Amerika. Atau ketempat yang tak ada seorangpun yang tahu. Dimana itu?haha..kan tidak ada seorangpun yang tau, jadi yaa I don’t know.
“Sepertinya aku harus segera mengantarmu pulang.” Sambil tersenyum cemas.
Kebetulan rumah Andre tidak begitu jauh dari tempat diskotik tersebut.
Sesampainya dirumah Andre
“Ya Tuhan, Andre.” Ibunya panik dan langsung membantu Acha menopang Andre. Andre diletakkan disofa ruang tamu.
Ayahnya Andre kemudian datang.
“Andre kenapa mah?”
“Andre sedang mabuk berat pah.” sahut ibu.
“Keterlaluan anak ini, untuk apa dia mabuk-mabukan seperti ini? Dasar anak tidak berguna.” Sambil bersiap untuk menampar Andre yang masih mabuk.
“Jangan pah!! Percuma saja kau memukul Andre. Dia tak akan merasakan pukulanmu dan dia tak akan mendengarkan apa yang kamu katakana. Lebih baik kita bicarakan besok dengan Andre.” Kata ibu yang mencoba menghentikan tindakan ayah.
Lalu sang ayah duduk disofa sebelah ibu.
“Terima kasih sudah mengantar Andre pulang.” Ia berbicara dengan nada yang lembut.
“Sama-sama bu, saya senang bisa membantu.” Jawab Acha.
“Kalau boleh tau namamu siapa? Apa kamu mengenal Andre?” Tanyanya.
“Dulu saya teman sekelasnya Andre di SMA bu”
“Tapi kenapa penampilanmu berbeda dari teman-temwn cewek Andre yang ibu tau?”
“Saya bukan orang kaya seperti yang lain bu, saya bisa bersekolah disana karena saya mendapatkan beasiswa. Jadi saya tidak terlalu memikirkan penampilan saya, yang penting tetap sopan kepada yang lebih tua.” Tegas Acha dengan nada yang merendah.
“Kamu kuliah?” Tanya ayah yang tiba-tiba mencela pembicaraan.
“Tidak pak, saya bekerja disebuah distro. Saya tidak memiliki biaya untuk kuliah. Jadi saya bekerja untuk menafkahi ibu dan adik-adik saya. Oh iya..maaf mencela bu, pak, saya ingin pamit pulang. Adik dan ibu saya sudah menunggu saya dirumah”
“Iya silahkan. Sekali lagi terimakasih ya cha. Hati-hati dijalan” ibu mengizinkan Acha untuk pulang.
“Sama-sama bu. Saya pamit dulu.” Sambil mencium tangan kedua orangtua Andre.

Keesokan harinya. Ketika burung-burung bernyanyi menyambut indahnya pagi. Didalam kediamannya Andre.
“Darimana saja kamu semalam?” Bentak Ayah.
“Tidak tau.” Jawab Andre.
“Dasar anak tidak tau diuntung!!Untuk apa kamu mabuk-mabukan?” Tanya Ayah dengan emosi.
“Namanya anak muda pah. Sudah biasa kalau hanya mabuk mah. Aku mau kekampus dulu.” Sambil berjalan menuruni anak tangga satu persatu.
“Anak itu..” Ayahnya semakin emosi.
“Sudah pah. Sabar, labih baik kita sarapan dulu.” Ibu berusaha meredam emosi sang ayah yang sedang meluap.

Dalam perjalanan kekampus. Andre dijegat oleh sekumpulan anak geng motor.
“Turun loe.” Kata salah seorang dari anggota geng tersebut.
“Apa-apaan ini? Loe semua mau apa dari gue?” Tanya Andre.
Dan tanpa banyak bicara. Sekelompok geng motor itu langsung memukuli Andre. Banyak geng-geng motor yang tidak suka terhadap Andre karena kesombongannya. Pada saat itu keadaan masih sepi. Sehingga tidak ada yang menolong Andre. Andrepun babak belur karena dikeroyok. Beberapa saat kemudian, ia bangun, lalu menggunakan helm dan naik kemotornya.
Dalam perjalanan ia mengendarai motor dengan kecepatan 70km/jam. Ketika tikungan ia tidak melihat ada mobil yang sedang melaju kencang. Bbbrrraaakkk..terjadilah kecelakaan yang hebat. Andre langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur trotoar dan darahnya terus mengalir deras dari kepalanya.
Orang-orang yang melihat kejadian itu langsung melarikan Andre kerumah sakit. Pada saat kejadian itu. Acha tak sengaja lewat dan ia langsung mengambil cuti dan ikut mengantar Andre kerumah sakit. Ia langsung menelepon orangtua Andre dan mengabarkan berita pahit ini.

DIRUMAH SAKIT

“Acha, bagaimana keadaan Andre?’ Tanya sang ibu dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Andre mengalami pendarahan diotak bu. Saat ini ia sedang dioperasi dalam keadaan koma. Maaf jika saya lancing mengambil keputusan. Tapi jika tidak segera mengambil keputusan. Andre…” Acha tidak melanjutkan ucapannya.
Acha dan ibunya andre menunggu diruang tunggu. Tak kuat menahan air matanya. Melihat anaknya kini sedang berjuang sendirian melawan maut.
“Mah, bagaimana keadaan Andre?” Tanya ayah yang tiba-tiba datang.
Kemudian.
“Maaf, apa ibu adan bapak adalah orangtua andre?” Tanya seorang dokter yang keluar dari ruang operasi.
“Ia dok, saya ibunya. Bagaimana keadaan anak saya?”
“Operasinya berjalan dengan lancar. Namun, putra ibu masih dalam keadaan koma. Kita hanya bisa menunggu kemajuan dari putra ibu. Kemunkanan ia untuk bertahan sangat kecil.” Kata dokter itu.
Tak kuat mendengar berita itu, sang ibu langsung pingsan.

Sudah 3 bulan lebih Andre koma dirumah sakit. Ibunya sangat setia menunggu anaknya sadar. Tiap hari beliau selalu berdoa agar anaknya diberi kekuatan. Terkadang beliau menangis melihat anaknya hanya bisa berbaring ditempat tidur. Untuk bernafas dan makanpun harus menggunakan bantuan selang.
Achapun selalu menemani beliau dirumah sakit. Ia prihatin terhadap keadaan beliau. Disaat sang ayah masih sibuk bekerja untuk membiayai biaya rumah sakit. Selain ingin melihat perkembangan Andre. Acha selalu datang untuk menemani dan memperhatikan kesehatan beliau. Andre sudah menunjukan kekuatannya. Ia mampu melawan masa kritisnya sampai 3 bulan.
Ini adalah hari ke 99. Dihari ini mukjizat datang. Untuk pertama kalinya Andre membuka matanya. Dan saat ia membuka mata yang pertama kali ia lihat adalah ibunya yang sedang tidur disampinya sambil memegang tangannya. Betapa mulianya hati seorang ibu. Lalu Acha datang mambawa buah-buahan dan betapa terkejutnya ia melihat Andre sudah sadarkan diri.
“Andre..” sambil menaruh keranjang yang berisi buah-buahan diatas meja.
“Bu, bangun. Andre sudah sadar” bisiknya.
Kemudian ibunya bangun. Betapa senangnya ia melihat Andre sudah sadar.
“Andre..syukurlah nak, kamu sudah sadar.” Sambil meneteskan air mata. Lalu beliau memanggil suster untuk melihat keadaannya.

Dua bualn kemudian Andre sudah kembali seperti semula. Ia sudah bisa berbicara, makan, dan berjalan. Kini Andre sudah mulai berubah. Saat pertama kalinya ia bisa berbicara, kalimat pertama yang ia ucapkan adalah “Ibu, Ayah, maafkan aku. Selama ini aku sudah membuat kalian susah. Aku sering menyakaiti hati ibu. Aku tidak pernah menghargai kerja keras ayah. Mulai saat ini aku ingin berubah. Apakah kalian masih memberikanku kesempatan?”
“Tentu saja kami memaafkanmu dan masih memberimu kesempatan.” Orangtuanya sambil tersenyum.
Terima kasih bu, terima kasih yah.” Sambil memeluk ibu dan ayahnya.
“Dan untuk Acha.” Acha kaget mendengar Andre menyebut namanya.
“Ya” jawabnya.
“Kemarilah.” Lalu Achapun mendekat.
“Terima kasih kau telah menjaga ibuku. Selama ini kamu satu-satunya wanita yang selalu disampingku disaat aku susah. Kamu selalu membantuku. Walaupun..” Andre menghela nafas.
“Walaupun apa?” Lanjut Acha.
“Walaupun aku sering kasar kepadamu dan tidak pernah mengharapkan bantuanmu. Tapi kamu selalu ada untukku. Maukah kamu menjadi pendamping hidupku nanti. Aku akan bekerja keras agar bisa sukses seperti ayahku demi kamu”
Acha terkejut mendengar ucapan Andre.
“Tapi aku bukan orang kaya sepertimu. Aku hanya wanita biasa yang tidak memiliki kelebihan apapun, dan jauh dibawah kamu.” Jelasnya.
“Aku juga bukan orang kaya. Kekayaan ini adalah milik orangtuaku. Aku belim memiliki apa-apa.”
“Tapi..orangtuamu?” Sambil menatap kedua orangtua Andre.
“Ibu, Ayah. Bolehkah aku..?”
“Tentu saja.” Ayahnya memotong pembicaraan Andre. Dan ibunya hanya tersenyum.
Achapun tersipu malu. Lalu Andre berkata.
“Kamu tidak punya alasan lagi untuk menolakku. Orangtuaku sudah mengizinkan. Kamu mau kan menungguku sampai aku sukses nanti?”
“Iya..aku akan menunggumu” Jawab Acha dengan senyuman manis.