Saat itu rasanya
sangat sulit untuk dipercaya. Bagaimana aku bisa percaya? Seseorang yang saat
itu menjadi pacarku—Raka—adalah orang yang disayangi oleh temanku. Apakah hal
yang aku lakukan ini disebut “teman makan teman”?
Seribu pertanyaan
dan penyesalan telah membelengguku kedalam sebuah kebimbangan. Dan karena
kebimbangan ini pula hubunganku dengan Raka berakhir dalam waktu dua bulan. Hal
itu justru membuatku sangat lega. Sejujurnya tidak ada perasaan yang mendalam
yang aku rasakan.
Delapan bulan
aku melewati hari-hariku tanpa Raka. Namun, hal yang tak pernah terfikirkan
datang dan kembali menyelimutiku. Bukan sebuah kebimbangan yang kini membelengguku,
melaikan kerinduan. Kerinduan terhadapnya yang dulu sangat aku takutkan, bahkan
aku tidak mengharapkan hal itu terjadi. Tapi kini hatiku berkata lain.
Mungkin
perasaanku mulai berubah. Tapi apakah itu berarti kalau aku jatuh cinta padanya?
Mungkin iya. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku dan dia tetap saja memiliki
perbedaan. Perbedaan yang mungkin saja sulit untuk disatukan. Aku dan Raka
berbeda agama.
4 Februari 2011
menjadi tanggal yang sangat bersejarah untuk kami. Aku kembali menjalin
hubunganku dengannya yang sudah lama terputus. Hari demi hari ku lalui
bersamanya. Tak ada sedikitpun niat untuk menyakiti atau bahkan
meninggalkannya. Aku ingin selalu berada disampingnya dan menemaninya.
Perbedaan agama
selalu menjadi masalah utama dalam hubunganku. Sering kali aku risau memikirkan
hal itu. Apakah pada akhirnya dia serius denganku dan mau pindah ke agamaku?
Orang yang beraga khatolik biasanya terkenal dengan imannya yang kuat dengan
agamanya mereka. Namun, suatu hari aku mendengarkan sebuah kalimat yang terucap
dari bibirnya “Aku pacaran sama kamu itu serius bukan buat main-main. Aku juga
udah mikirin masalah itu. Kalau seandainya memang jodoh dan orangtuamu nanya
aku serius apa engga, jawabanku aku serius dan aku yang bakalan ikut kamu.
Soalnya, setau aku kalau cewek sama cowok beda agama nikah, biasanya cowok yang
ngikut ceweknya.” Terpancar ketulusan yang mendalam dari sorotan matanya saat
itu.
Setelah satu
tahun lebih aku bersamanya. Hubungan kami semakin dekat. Perasaan yang ku rasakan
pun semakin dalam. Waktu satu tahun membuatku sangat mengenal berbagai tingkah
laku, sifat dan pola pikirnya. Namun, cobaan untuk kami berdua sudah menunggu
didepan mata dan tidak akan lama lagi akan menghampiri kami.
Setelah UN
selesai. Aku dan dirinya harus menjalani Long Dinstance Relationship
(LDR). Raka harus training di Solo selama 6 bulan. Inilah cobaan pertama
yang harus kami hadapi. Dalam satu tahun kami sudah memahami karakter satu sama
lain. Saat ini hanya kesetiaan dan kepercayaan yang bisa diberikan. Aku yakin
kalau ia akan menjaga kepercayaanku dan sebaliknya.
Enam bulan sudah
berlalu dan akhirnya Raka kembali ke Cikarang. Dengan kembilanya ia ke Cikarang
tidak membuat hubungan LDR kami berakhir. Aku harus berkuliah ke Bandung dan
disinilah kesetiaan, kepercayaan dan kesabaranku sangat teruji. Awalnya memang
tidak ada masalah serius yang kami hadapi. Tetapi, seiring berjalannya waktu
cobaan demi cobaan datang bertubi-tubi.
Anniversary ke-2
adalah hari yang sangat ku nantikan. Namun, siapa yang menyangka bahwa
anniversary kami adalah awal dari datangnya berbagai cobaan? Sikapnya kini mulai
berubah. Bukan berubah karena ia menyukai perempuan lain. Aku tau pasti apa
yang ia rasakan saat ini. Ada masalah yang tak ingin ia ceritakan padaku, atau
mungkin ia bingung harus mulai darimana,
Dua minggu
setelahnya aku dan Raka kembali mengakhiri hubungan kami. Terbesit sebuah
kekecewaan didalam hati. Kenapa ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang
sudah sekian lama kita pertahankan? Aku tidak bisa mampercayainya, namun ia
memiliki alasan tersendiri. “Ibu kandungku meninggal seminggu yang lalu. Almarhum
ibu berpesan kalau aku harus tetep teguh sama agamaku. Seandainya nggak ada
amanat dari alm.ibu, aku mau hubungan kita terus lanjut.” Sebuah alasan yang
membuatku semakin bimbang. Aku sedih ia kehilangan ibu kandungnya. Aku juga
sedih harus kehilangan dia. Tidak mungkin memaksanya untuk mengabaikan amanat
alm.ibunya.
Rasa cintaku
yang begitu besar tidak membuatku berhenti sampai disini. Aku terus berusaha
mempertahankan hubungan ini. Namun, yang aku dapatkan adalah kebenaran yang
mulai terungkap satu persatu. Kebenaran yang sangat tidak aku harapkan terjadi.
Jika bisa kuulang kembali, aku tak ingin mengetahui alasan tersebut. Kenapa hal
ini harus terjadi padanya? Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? Apa mungkin
aku dan Raka tidak ditakdirkan untuk bersama?
Aku sangat
terpukul dan tak bisa berkata apa-apa lagi untuk diungkapkan. Yang aku inginkan
saat itu adalah kembali ke Cikarang dan berada disampingnya. Saat ini ia sedang
mengalami masa-masa yang sulit. Ia berkata bahwa sebulan yang lalu ia divonis
mandul. Aku yakin ia sangat terpukul mendengarnya. Tapi, entah bagaimana, hal
itu tidak membuat cintaku pupus. Hati kecilku berkata kalau aku siap
menerimanya apapun resikonya.
Namun, mau
dipertahankan bagaimana pun aku sudah tak bisa bersamanya. Orangtuanya tidak
mengizinkan kami untuk bersama. Raka dan keluarganya sudah memutuskan kalau ia
akan menjadi pastur. Aku sangat tau, itu bukanlah hal yang ia inginkan.
Meskipun begitu, ia tetap berusaha tegar. Ia tak ingin membuat keluargaku
kecewa jika aku tidak punya keturunan.
Pada akhirnya,
siapa yang akan menyangka aku balikan lagi dengannya? Tapi, hal itu tidak
berlangsung lama. Dikesempatan terakhirku bertemu dengannya, ia mengajukan
permintaan kepadaku. “Aku gak tau kita masih bisa lanjut atau engga. Soalnya
aku belum bilang lagi kekeluargaku. Seandainya, keluargaku gak ngijinin dan
kita udah gak bisa bersama lagi. Aku mohon jangan benci keluargaku. Aku sayang
banget sama kamu dan aku minta maaf kalau aku cuma bisa nyakitin kamu.”
Permintaannya yang tak akan pernah aku lupakan. Seminggu setelahnya hubungan
kami benar-benar berakhir. Aku dan dia kini akan menjalani kehidupan
masing-masing, tanpa saling memiliki dan melengkapi satu sama lain. Kesetiaan
kami selama ini kini tiada artinya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar