Sabtu, 27 Juli 2013

Setia Tiada Arti



Saat itu rasanya sangat sulit untuk dipercaya. Bagaimana aku bisa percaya? Seseorang yang saat itu menjadi pacarku—Raka—adalah orang yang disayangi oleh temanku. Apakah hal yang aku lakukan ini disebut “teman makan teman”?
Seribu pertanyaan dan penyesalan telah membelengguku kedalam sebuah kebimbangan. Dan karena kebimbangan ini pula hubunganku dengan Raka berakhir dalam waktu dua bulan. Hal itu justru membuatku sangat lega. Sejujurnya tidak ada perasaan yang mendalam yang aku rasakan.
Delapan bulan aku melewati hari-hariku tanpa Raka. Namun, hal yang tak pernah terfikirkan datang dan kembali menyelimutiku. Bukan sebuah kebimbangan yang kini membelengguku, melaikan kerinduan. Kerinduan terhadapnya yang dulu sangat aku takutkan, bahkan aku tidak mengharapkan hal itu terjadi. Tapi kini hatiku berkata lain.
Mungkin perasaanku mulai berubah. Tapi apakah itu berarti kalau aku jatuh cinta padanya? Mungkin iya. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku dan dia tetap saja memiliki perbedaan. Perbedaan yang mungkin saja sulit untuk disatukan. Aku dan Raka berbeda agama.
4 Februari 2011 menjadi tanggal yang sangat bersejarah untuk kami. Aku kembali menjalin hubunganku dengannya yang sudah lama terputus. Hari demi hari ku lalui bersamanya. Tak ada sedikitpun niat untuk menyakiti atau bahkan meninggalkannya. Aku ingin selalu berada disampingnya dan menemaninya.
Perbedaan agama selalu menjadi masalah utama dalam hubunganku. Sering kali aku risau memikirkan hal itu. Apakah pada akhirnya dia serius denganku dan mau pindah ke agamaku? Orang yang beraga khatolik biasanya terkenal dengan imannya yang kuat dengan agamanya mereka. Namun, suatu hari aku mendengarkan sebuah kalimat yang terucap dari bibirnya “Aku pacaran sama kamu itu serius bukan buat main-main. Aku juga udah mikirin masalah itu. Kalau seandainya memang jodoh dan orangtuamu nanya aku serius apa engga, jawabanku aku serius dan aku yang bakalan ikut kamu. Soalnya, setau aku kalau cewek sama cowok beda agama nikah, biasanya cowok yang ngikut ceweknya.” Terpancar ketulusan yang mendalam dari sorotan matanya saat itu.
Setelah satu tahun lebih aku bersamanya. Hubungan kami semakin dekat. Perasaan yang ku rasakan pun semakin dalam. Waktu satu tahun membuatku sangat mengenal berbagai tingkah laku, sifat dan pola pikirnya. Namun, cobaan untuk kami berdua sudah menunggu didepan mata dan tidak akan lama lagi akan menghampiri kami.
Setelah UN selesai. Aku dan dirinya harus menjalani Long Dinstance Relationship (LDR). Raka harus training di Solo selama 6 bulan. Inilah cobaan pertama yang harus kami hadapi. Dalam satu tahun kami sudah memahami karakter satu sama lain. Saat ini hanya kesetiaan dan kepercayaan yang bisa diberikan. Aku yakin kalau ia akan menjaga kepercayaanku dan sebaliknya.
Enam bulan sudah berlalu dan akhirnya Raka kembali ke Cikarang. Dengan kembilanya ia ke Cikarang tidak membuat hubungan LDR kami berakhir. Aku harus berkuliah ke Bandung dan disinilah kesetiaan, kepercayaan dan kesabaranku sangat teruji. Awalnya memang tidak ada masalah serius yang kami hadapi. Tetapi, seiring berjalannya waktu cobaan demi cobaan datang bertubi-tubi.
Anniversary ke-2 adalah hari yang sangat ku nantikan. Namun, siapa yang menyangka bahwa anniversary kami adalah awal dari datangnya berbagai cobaan? Sikapnya kini mulai berubah. Bukan berubah karena ia menyukai perempuan lain. Aku tau pasti apa yang ia rasakan saat ini. Ada masalah yang tak ingin ia ceritakan padaku, atau mungkin ia bingung harus mulai darimana,
Dua minggu setelahnya aku dan Raka kembali mengakhiri hubungan kami. Terbesit sebuah kekecewaan didalam hati. Kenapa ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah sekian lama kita pertahankan? Aku tidak bisa mampercayainya, namun ia memiliki alasan tersendiri. “Ibu kandungku meninggal seminggu yang lalu. Almarhum ibu berpesan kalau aku harus tetep teguh sama agamaku. Seandainya nggak ada amanat dari alm.ibu, aku mau hubungan kita terus lanjut.” Sebuah alasan yang membuatku semakin bimbang. Aku sedih ia kehilangan ibu kandungnya. Aku juga sedih harus kehilangan dia. Tidak mungkin memaksanya untuk mengabaikan amanat alm.ibunya.
Rasa cintaku yang begitu besar tidak membuatku berhenti sampai disini. Aku terus berusaha mempertahankan hubungan ini. Namun, yang aku dapatkan adalah kebenaran yang mulai terungkap satu persatu. Kebenaran yang sangat tidak aku harapkan terjadi. Jika bisa kuulang kembali, aku tak ingin mengetahui alasan tersebut. Kenapa hal ini harus terjadi padanya? Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? Apa mungkin aku dan Raka tidak ditakdirkan untuk bersama?
Aku sangat terpukul dan tak bisa berkata apa-apa lagi untuk diungkapkan. Yang aku inginkan saat itu adalah kembali ke Cikarang dan berada disampingnya. Saat ini ia sedang mengalami masa-masa yang sulit. Ia berkata bahwa sebulan yang lalu ia divonis mandul. Aku yakin ia sangat terpukul mendengarnya. Tapi, entah bagaimana, hal itu tidak membuat cintaku pupus. Hati kecilku berkata kalau aku siap menerimanya apapun resikonya.
Namun, mau dipertahankan bagaimana pun aku sudah tak bisa bersamanya. Orangtuanya tidak mengizinkan kami untuk bersama. Raka dan keluarganya sudah memutuskan kalau ia akan menjadi pastur. Aku sangat tau, itu bukanlah hal yang ia inginkan. Meskipun begitu, ia tetap berusaha tegar. Ia tak ingin membuat keluargaku kecewa jika aku tidak punya keturunan.
Pada akhirnya, siapa yang akan menyangka aku balikan lagi dengannya? Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Dikesempatan terakhirku bertemu dengannya, ia mengajukan permintaan kepadaku. “Aku gak tau kita masih bisa lanjut atau engga. Soalnya aku belum bilang lagi kekeluargaku. Seandainya, keluargaku gak ngijinin dan kita udah gak bisa bersama lagi. Aku mohon jangan benci keluargaku. Aku sayang banget sama kamu dan aku minta maaf kalau aku cuma bisa nyakitin kamu.” Permintaannya yang tak akan pernah aku lupakan. Seminggu setelahnya hubungan kami benar-benar berakhir. Aku dan dia kini akan menjalani kehidupan masing-masing, tanpa saling memiliki dan melengkapi satu sama lain. Kesetiaan kami selama ini kini tiada artinya lagi.